Label

Sabtu, 31 Mei 2014

Artikel Pariwisata di Harian Pikiran Rakyat

Yihaaa!! Alhamdulillah, akhirnya artikel jalan-jalan saya yang berjudul "Negeri Tirai Bambu di Semarang" berhasil dimuat di rubrik pariwisata di Harian Pikiran Rakyat. Ini adalah artikel jalan-jalan pertama saya yang dimuat loh.



Awalnya, saya baru mencoba menjadi travel writer, sangat tertarik menantang kemampuan saya dengan mengirimkan artikel ke berbagai surat kabar yang ada rubrik jalan-jalannya. Infonya sih ya googling, baca-baca blog orang yang sudah punya pengalaman sebelumnya. Saya kirim tiga artikel ke surat kabar yang berbeda. Satu minggu, dua minggu, tiga minggu...sampai lupa kayanya sudah sebulanan tak ada kabar dari ketiga artikel saya tersebut. Huhu. Mungkin editornya sibuk atau memang sedang banyak artikel yang bagus-bagus jadi mesti giliran. Yasudahlan,berdoa saja dan pasrah. Ternyata ketika sudah tak lagi terlalu memikirkan, eh malah datang deh waktunya. Seperti biasa saya ngecek epaper surat kabar yang saya kirimi artikel, dan voilĂ  Pikiran Rakyat hari Sabtu tanggal 31 Mei 2014 memuat artikel saya tentang Semarang. Wuaaaah senangnyaaa! Apalagi katanya sih dapat honor. Mudah-mudahan iya, soalnya saya tak diberi kabar sebelumnya kalau artikel saya dimuat. Hehe

.

Aniway, bagi yang ingin mengirimkan artikel jalan-jalannya ke rubrik pariwisata Pikiran Rakyat, bisa banget mencoba. Tuliskan saja artikel kamu yang orisinil, tentang berbagai tempat wisata menarik. Meski yang kamu datangi itu sudah umum dan banyak orang tahu, tapi toh pengalaman setiap orang berbeda-beda kan? Siapa tahu kamu punya sudut pandang yang berbeda. Seperti artikel saya tentang Semarang yang menceritakan Kuil Sam Poo Kong. Artikel ditulis sekitar 2 halaman A4, dikirim ke hiburan@pikiran-rakyat.com. Sertakan sekitar 5 foto terbaikmu yah! Selamat mencoba! :)


Sabtu, 17 Mei 2014

Menghemat Makan Saat Traveling di Luar Negeri

Sewaktu saya tinggal di Prancis, saya sering sekali traveling entah keliling Prancis atau ke negara-negara lain di Eropa. Sebagai mahasiswa yang beassiswanya pas-pas an, mau gak mau saya harus ngirit kalau sedang traveling jika tak mau bangkrut pas pulang. Nah, salah satu yang bisa diirit adalah makan. Kali ini, saya ingin menceritakan cara-cara yang  saya lakukan untuk berhemat dalam hal makan ketika traveling di Eropa. Biar ngirit, tetapi masih bisa kenyang, bertenaga, dan gak sampai kelaparan kok. Hehe.

1.  Fastfood setiap hari
Ketika Spain Trip bareng kedua teman, saya selama 3 harian makan KFC untuk makan siang dan malam. Kami ingin makan yang lumayan murah tetapi bisa kenyang. Caranya, kami beli paket ayam bucket yang sudah plus kentang dan minum. Menu seharga 12 Euro ini bisa dinikmati bertiga. Biar ngirit dan karena memang lumayan banyak juga, kami sisakan dan bungkus untuk makan malam. Kadang ditambah dengan membeli chicken fillet seharga 1 euroan saja. Lumayan loh, siang malam kenyang dengan harga yang lumayan murah. Bisa diaplikasikan ke menu-menu fastfood yang lain jika ada. Misalnya di Eropa banyak tuh kedai kebab. Satu menu kebab ini kan lumayan besar juga untuk satu orang, jadinya bisa tuh sepiring berdua. Kebanyakan makan fastfood saat traveling memang harus perbaikan gizi sih pulang-pulang. Hehe


2. Memaksimalkan sarapan sepuasnya di hotel
Saya pernah mengikuti trip ke Eropa Timur dengan travel agent khusus mahasiswa, yang terbilang lumayan murah. Paket trip ini termasuk menginap di hotel dan sarapan gratis di hotel tersebut. Sarapan yang berkonsep prasmanan dan sepuasnya itu tentu saja saya dan beberapa teman saya maksimalkan. Maksudnya dimaksimalkan adalah ketika sarapan kami juga membungkus beberapa telur rebus, roti-roti kecil, mentega, selai dengan tisu yang tersedia. Maksudnya bisa buat makan siang atau ngemil di tengah jalan. Jika Anda memakai paket trip yang seperti ini, bisa dicoba. Tetapi Jangan keterlaluan juga sih bungkusnya, hehe. Seperlunya saja kalau tidak mau diliatin orang :p

3. Beli makanan di supermarket atau minimarket
Ketika traveling, saya seringnya membeli makanan di supermarket atau minimarket yag lebih efektif dan efisien. Lengkap, murah, dan pilihannya beragam. Ada beragam makanan siap makan juga. Sekalian buat seharian atau besoknya. Selain itu, di makanan disini kan semuanya ditulis komposisinya, jadi bisa dicek kehalalannya. Karena seringya traveling bareng teman, saya biasanya membeli yang versi besar seperti roti tawar versi besar  atau air minum dan susu dalam botol besar. Membeli versi besar kalau buat bareng-bareng lebih irit karena harganya tidak jauh beda dengan versi individual. Nah, kalau di penginapan ada dapur atau kalau saya bawa magic com kecil yang bisa dibawa-bawa, biasanya saya masak. Tinggal beli bahan-bahan murah seperti pasta, beras, dan telur. Saya sih jarang banget beli makan dan minum di kafe atau restoran. Mahal. Hehe. Satu roti di kafe bisa dapat sebungkus besar di supermarket. Rasanya, enak kok, beneran. Kadang, di minimarket ada microwave yang bisa digunakan. Jadi, tinggal beli sandwich atau makanan pak-pak an, hangatkan deh di microwave. Bisa dimakan di bangku-bangku pinggir jalan atau taman.Makannya, begitu sampai tempat tujuan traveling saya pasti nyari minimarket terdekat buat ngisi perbekalan. :)

foto: franchisealimentaire.com

Nah, setiap orang pasti punya cara sendiri dalam menghemat saat traveling. Ada teman saya yang memang tidak bisa makan asal-asalan, mesti yang tertata dan terjamin enak. Nah, untungnya saya termasuk yang gak rewel dalam hal makanan jadi bisa diprogram untuk penghematan. 






Selasa, 13 Mei 2014

Tempe Mendoan, Kuliner Khas Purwokerto (Banyumas)

sumber gambar: makanankhasmu.blogspot.com

Empuknya tempe daun, dibalut gurihnya adonan tepung, lalu digoreng sebentar atau mendo (setengah matang) di dalam minyak panas...Sajikan hangat-hangat bersama pedasnya cabe rawit atau sambal kecap. Nyaam...sedapnyaaa.

Ya, itulah tempe mendoan. Kulier khas Purwokerto, Banyumas dan daerah-daerah di sekitarnya. Makanan yang satu ini pas disantap kapanpun, paling nikmat sih pas hujan-hujan sebagai penghangat. Wuiiih.

Sebagai orang Banyumas, saya adalah penggemar berat tempe mendoan. Dari kecil sampai sekarang tak bosan-bosan saya menyantap tempe mendoan baik yang dibikin di rumah maupun membeli di warung-warung mendoan. Kuliner ini memang sudah mendarah daging dengan kehidupan masyarakat Banyumas. Tak heran, bagi warga Banyumas yang merantau ke kota lain selalu rindu makanan ini.

Ya, tempe mendoan yang paling enak dan asli ya di Purwokerto (Banyumas) dan daerah sekitarnya. Bahan bakunya adalah tempe daun, yang jarang ditemukan di daerah-daerah lain. Tempe jenis ini dibuat dengan daun sebagai tempat fermentasinya, bukan plastik. Bentuknya tipis, tetapi empuk. Nah, untuk adonan tepungnya, dibuat dari campuran terigu dan tepung beras, ditambahkan daun bawang dan bumbu halus yang terdiri dari bawang putih, ketumbar, dan garam. 

Sekilas, membuat mendoan memang terlihat mudah jika dilihat dari bahan-bahannya. Namun, memasaknya membutuhkan teknik dan intuisi tersendiri agar benar-benar mendo dengan tekstur yang apik.  Ya, inilah yang membuat tempe mendoan memang paling enak dibuat oleh orang asli Banyumas.

Nah, bagi Anda yang berkunjung ke Purwokerto, ibukota Kabupaten Banyumas, Anda wajib mencicipi tempe mendoan asli ini. Berbagai warung dan tempat makan menjajakan kuliner ini dengan harga yang murah. Ada satu tempat yang menjadi langganan para wisatawan, yaitu di pusat oleh-oleh di daerah Sawangan, Purwokerto. Disana, dijual mendoan yang sudah siap santap maupun yang belum diolah. Nah, bagi Anda yang berasal dari luar kota, paket mendoan yang belum diolah ini cocok untuk oleh-oleh atau jika ingin membuatnya sendiri di rumah. Paket ini terdiri dari berlembar-lembar tempe daun, tepung, dan sambal kecap. Jika Anda ingin membeli paket ini, Anda sebaiknya bertanya dahulu kepada penjual mengenai daya tahan tempenya. Kalau bisa sih minta tempe yang masih baru alias baru mulai fermentasi sehingga ketika Anda sampai di rumah, tempenya sudah siap olah. 

Mirasa, salah satu ruko di pusat oleh-oleh Sawangan.
sumber gambar: nusareborn.in

Mezquita dalam Foto

Anda pernah membaca novel karya Hanum Rais yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa? Pernah menonton filmnya? Pasti Anda sudah mengenal Mezquita, Masjid Agung Cordoba yang sekarang sudah menjadi Katedral. Mezquita ini menjadi saksi kejayaan Islam di Bumi Spanyol pada zaman dulu. 

Nah, melanjutkan postingan saya sebelumnya tentang cerita seru saya di Mezquita, kali saya ingin mengajak Anda "melihat" Mezquita yang sekarang sudah menjadi Katedral. Melalui foto-foto saya di bawah ini, silakan menelusuri sudut-sudut Mezquita yah :).

Tembok keliling Mezquita beserta menaranya

Ornamen-ornamen katedral menghiasi tembok

Teras Mezquita

Arsitektur bagian dalam Mezquita

Mihrab Mezquita yang sudah tidak difungsikan

Katedral di tengah Mezquita
Indahnya ukiran kaligrafi di Mihrab

Jumat, 09 Mei 2014

Ketika Adzan Berkumandang di Cordoba

Suasana malam di sekitar Mezquita Cathedral, Cordoba

Ini adalah cerita yang saya alami sendiri sewaktu Spain Trip musim panas 2013 lalu. Cordoba, memang menjadi tujuan saya. Nilai historisnya sebagai pusat peradaban Islam di Spanyol menarik perhatian saya dan kedua teman saya untuk mengunjunginya sendiri. Ikon Cordoba, Mezquita Cathedrale dulunya adalah Masjid Besar Cordoba sewaktu Islam berkuasa di Spanyol. Namun , sekarang sudah menjadi Katedral. 

Nah, malam-malam, ceritanya sepulang dari Granada, kami kelaparan.  Kami bertiga keliling-keliling sekitaran Mezquita sambil nyari makan. Namun karena memang sudah malam, sudah jarang tempat makan yang masih buka. Untungnya ada semacam kafe yang masih jual makanan. Kami pun kemudian makan ngemper di samping Mezquita. Sambil makan, sebenarnya saya agak membayangkan kalau zaman dulu, sewaktu Mezquita masih merupakan masjid, pastilah malam-malam begini ramai orang shalat Isya berjamaah, dzikir, tadarus Al-Qur'an, dan lain-lain. Tidak seperti malam itu, sepi. Nah ketika sedang asyik makan malam seadanya itu, tiba-tiba teman saya nyeletuk.

"Eh ada suara adzan. Lu denger gak?"

"Bukan kali. Masa iya ada?" (sebenarnya saya juga agak merasa dengar sayup-sayup gitu sih)

"Eh bentar. Eh iya beneran ada. Bukan halusinasi."

Ternyata setelah didengarkan memang ada adzan. Adzan Isya. Suaranya tidak jelas banget sih, tetapi terdengar. Sontak, teman saya langsung meninggalkan makanannya, keliling-keliling nyari asal suara adzan. Kayanya gak mungkin dari Mezquita deh. Kemudian dia langsung bertanya kepada mas-mas penjaga bar yang ada di deket Mezquita. Mas-mas bar gak tahu dari mana. Haha. Lucu juga dia bertanya kepada mas-mas bar. Kemudian ada seorang bapak yang memberi tahu kami bahwa adzan tersebut berasal dari Islamic Center yang ada tidak terlalu jauh dari Mezquita. Owalaaaah. Mereka pun memperhatikan tingkah kami yang tiba-tiba heboh sendiri dengar suara adzan. Ya iyalah, selama tinggal di Eropa baru kali ini kami dengar adzan yang emang lumayan agak jelas. Terharu loh.

Rindu pun kembali muncul saat itu. 

Mana Reservasinya? (Tragedi Eurail). Hiks..

Petugas pengecekan di dalam kereta adalah sosok yang diperlukan untuk memastikan semua penumpang memiliki tiket yang benar agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sosok ini menjadi "horor" bagi mereka yang memang tidak mematuhi peraturan.

Saya adalah orang yang taat peraturan dan selalu memastikan semua yang saya lakukan sesuai, apalagi kalau akan naik kereta api. Tak pernah ada dalam bayangan saya akan berurusan dengan petugas kereta api apalagi di luar negeri. Ribet pastinya. Namun bayangan saya menjadi penumpang yang baik luntur ketika saya dan dua orang teman saya melakukan Spain Trip dengan kereta api. Begini ceritanya.

Saya dan dua orang teman saya adalah tiga mahasiswa Indonesia di Prancis yang ingin backpacking dengan budget seadanya menjelajah Spanyol. Untuk alasan efisiensi dan kemudahan, kami putuskan membeli Eurail Pass France-Spain. Bayar satu tiket diawal. Hanya dengan satu pass ini, kita tidak usah lagi membeli tiket kereta. Tinggal naik saja. Namun Eurail Pass ini tentunya mempunyai syarat dan ketentuan yang tertulis rapi di belakang pass kami. Ya, memang tidak usah bayar lagi tinggal naik, tetapi itu untuk kereta lokal, bukan high speed train. Untuk high speed train, harus reservasi dan ada biaya yang besarnya tergantung kebijakan perkeretaapian setiap negara. Inilah yang tidak kami perhatikan dan baca. Agaknya memang sudah ditakdirkan. Huhu. 

Dari Paris, enak-enak saja kami naik high speed train Prancis, TGV menuju Toulouse (Prancis Selatan) Ya, saya memilih jalur melalui kota ini dulu karena saya ada urusan ngasih titipan ke teman di stasiun. Padahal saat itu kereta sudah penuh. Kami berpikir, ah, gak papa naik dulu, kan kita udah punya tiket ini. Duduk aja dulu di deket pintu. Duh, pemikiran dari mana ini?? Kami pun duduk-duduk manis di bangku kecil dekat tempat menaruh tas dan pintu. Persis banget kaya di Indonesia ini, penumpang yang gak punya tiket. Kemudian, petugas pengecekan datang, dengan seragam khasnya, alat pengecekan, dan alat semacam kalkulator. Jeng..jeng. Dia menanyakan tiket kami. Kami menunjukkan Eurail Pass. Dia bertanya dimana bukti reservasinya. Kami bertanya memangya harus reservasi. Dia membalik Eurail Pass kami dan menunjukan satu kalimat yang membuat kami cengok. Mungkin dia berkata dalam hati, kalian ceroboh sekali tidak membaca ini.  Lalu dengan kalkulatornya, dia menghitung besarnya biaya yang harus kami bayar karena melakukan reservasi di dalam kereta, bukan di loket. Berapa puluh Euro melayang sudah....

Kami harus berganti kereta dengan jenis IntercitĂ©. Wah, pasti ini bukan high speed train. Langsung masuk saja. Seperti biasa, dia datang dengan seragam khasnya dan seperangkat alat pengecekan. Gayanya sok asik, berjalan girang, dan menyapa penumpang satu per satu. Tapi kok bagi kami auranya gak enak yah. Makin dekat, auranya makin gak enak. Sudah jelas gak enak ketika dia bilang, ah, mana reservasinya? Cengok untuk kedua kali. Kami minta penjelasan. Dia, dengan gaya cerianya mau menjelaskan kami tentang ketentuan Eurail. Kemudian setelah menerima puluhan Euro dari kami bertiga, masih dengan gaya girangnya, bahkan lebih girang lagi berkata "Selamat malam mingguan di Barcelona yah!". Hiks, dia tidak tahu akan makan apa kami disana. 

Selesai urusan di Toulouse yang sebenarnya berlangsung di peron dan cuma beberapa menit, saya naik kereta lagi kali ini untuk menuju wilayah perbatasan. Kali ini, high speed train TGV sebelum nanti berganti naik kereta Spanyol. Berkaca pada pengalaman dan tidak mau kehilangan Euro lagi, kami bertekad sebelum naik kami reservasi dulu di loket. Namun sungguh takdir tak mendukung. Loket penuh, kereta berangkat sebentar lagi. Kami disuruh naik secepatnya. Kali ini sudah pasrah. Pasrah banget. 

Kereta berjalan melewati tepi laut Mediterania. Indah sekali. Tetapi tiba-tiba jadi buram ketika dia datang. Dengan seragam khasnya dan seperangkat alat pengecekan. Kali ini kami tidak cengok. Kami siap dieksekusi. Kami pasrah, mengeluarkan dompet dan langsung memberinya puluhan Euro lagi........

Saking eneknya berurusan sama petugas pengecekan, kami bertiga tidak mau menghitung berapa biaya yang telah kami keluarkan untuk membayar denda. Terserah saja, bukan rejekinya. Memang salah kami juga.  Hehe. Usut punya usut, ternyata biaya reservasi untuk high speed train Prancis memang terkenal mahal, apalagi kalau onboard. Panteslah kami bangkrut. Untunglah di Spanyol tidak mahal, hanya 10 Euro saja.

Bagi yang ingin memakai Eurail, perhatikan benar masalah reservasi ini yah kalau tidak mau berurusan sama petugas pengecekan. Hehe. Ada kok beberapa negara yang tidak memberlakukan reservasi kalau tidak salah. Namun ada bisa menyiasati dengan menaiki kereta lokal supaya benar-benar gratis, meski durasi lebih lama.  Tetapi enak-enak saja kok bagi saya yang akhirnya pulang ke Prancis dengan kereta lokal dari Spanyol karena sudah tidak punya uang lagi. Haha




Indonesia yah?? :)

Ehem, kali ini saya tidak bercerita mengenai tempat-tempat seru yang saya kunjungi. Namun cerita saya kali ini juga seru dan sedikit gokil. Hehe. Suatu kejadian yang sering kali saya (dan mungkin traveler Indonesia lain) alami ketika sedang jalan-jalan ke luar negeri. Kejadian yang dimaksud adalah ketika tiba-tiba di suatu tempat di luar negeri kita berpapasan atau bertemu dengan sesama orang Indonesia pula. 

Sebenarnya tidak ada yang aneh dan biasa aja bertemu dengan sesama orang Indonesia ketika sedang traveling di luar negeri. Biasa ajaaa. Tapi yang unik itu adalah proses ketika momen itu terjadi dan berjalan yang gimana yaaah. Haha. Biar saya gak susah menjelaskan, saya berikan ilustrasi dari pengalaman saya sendiri.

Suatu sore di tengah kota Budapest
"Saya dan teman saya sedang berjalan kaki pulang dari Maket Hall menuju hotel. Di perjalanan, terlihat dua orang wanita muda berusia kira-kira sama seperi saya. Mereka berjalan berlawanan arah dengan kami. Sebenarnya sejak dari kejauhan, mereka sudah agak bisik-bisik sambil sesekali memperhatikan kami. Saya pun sebenarnya sudah punya pikiran sendiri, tetapi takut salah juga. Makin dekat, makin terjadi kontak mata. Tiba-tiba ketika sudah benar-benar dekat, salah seorang diantara mereka menyapa dengan senyum ceria meski agak sedikit ragu-ragu : Maaf, Indonesia yah? . Saya pun menjawab: Iya, Indonesia juga kan? 
Setelah itu, kemudian terjadi percakapan dari kenalan, basa-basi, dan lain-lain.

Nah, ngerti kan maksud saya? Hehe. Apalagi di tempat-tempat traveling yang gak terlalu tenar banget. Seperti di Angers,  kota tempat tinggal saya di Prancis dulu, dimana jarang nemu orang Indonesia. Pasti deh kalo lagi jalan tiba-tiba melihat sesosok muka-muka Melayu dengan gaya yang kira-kira orang Indonesia lah, langsung deh saling sapa tanpa basa ragu-ragu lagi. Gak pakai pemanasan langsung samber, "Indonesia yah?". Sampai-sampai dulu saya dan teman-teman menjadikan "Indonesia yah?" semacam jargon.

Entahlah, mungkin memang jiwa kesatuan kita sebagai satu Bangsa Indonesia memang kuat. Tak usahlah bertegur sapa, minimal senyum atau kontak mata pasti sering kita lakukan kan? Hehe. Saya sendiri sih senang bisa bertemu sesama orang Indonesia kalau lagi jalan-jalan di luar negeri. Seru juga merasakan sensasi bertanya-tanya sendiri, ragu, tapi akhirnya menyapa juga. Seringnya, pihak yang lain juga merasakan hal yang sama seperti kita.  Meski kita tidak saling kenal sebelumnya, tetapi pas ngrobrol nyambung aja. Dan dari sini sih saya mendapat wawasan lah sedikit-sedikit. Kan nambah kenalan jugaaa. Awkward moment yang jadi happy ending lah yaaah..:)